RELATIVISME DAN ABSOLUTISME MORAL
(sumber gambar : http://abulyatama.ac.id) |
Oleh : Syarifah Nadhirotul Yaqin Yahya*
Absolutisme
Etika/Moral
Absolutisme etika, adalah paham yang berpandangan bahwa aturan baik
dan buruk, benar dan salah, ada secara universal atau mutlak. Tokoh absolutisme
adalah Immanuel Kant, seorang filsuf ternama yang merilis era pencerahan pada
abad 18 di Eropa barat.
Ajaran Kant mengenai etika/moral, terkenal sebagai suatu ajaran
etika yang murni. Dalam pandangannya, prinsip-prinsip itu tak lain merupakan
suatu hal yang objektif, dan bebas dari ketentuan umum kehendak, yang memiliki aturan dan prinsip-prinsip yang
subjektif. Karena menurutnya, hal itu dianggap benar karena kondisi yang mana
dianggap oleh subjek benar, itu hanya benar bagi kehendaknya sendiri. Sebuah
aturan atau prinsip haruslah bersifat objektif, dimana ia merupakan hukum
praktis, yang jika diketahui oleh subjek secara objektif, maka itu benar untuk
kehendak setiap makhluk yang rasional.
Moral yang dianut kant, tidak jauh dari sebuah kewajiban. Dimana ia
merupakan suatu sistem aturan yang sudah seharusnya diikuti oleh manusia,
karena ia merupakan hal yang wajib. Tidak peduli apa yang manusia inginkan,
kewajiban haruslah dijalankan. Kewajiban itulah yang merupakan ajaran murni,
dan ini mutlak. Bukan demi tercapainya suatu tujuan tertentu dalam masyarakat,
melainkan karena perintah akan kewajiban itu merupakan hal yang baik pada
dirinya.
Jadi dalam pandangan Kant, bahwa absolutisme etika itu memanglah
ada seperti suatu kebaikan atau kebenaran mutlak, yang diterima secara
universal oleh semua orang, semua golongan, tanpa terkecuali. Karena ia menganggap
kebaikan itu merupakan sesuatu yang mutlak, bukanlah sesuatu yang memiliki
standar sehingga dapat berbeda-beda. Melakukan hal baik itu adalah sebuah
kewajiban. Etika ini disebut juga etika deontologis (deontological ethics).
Tokoh lain yakni Murtadha Muthahhari, seorang cendekiawan muslim
yang menulis hampir semua permasalahan hidup manusia. Muthahhari menjelaskan,
bahwa moral/etika adalah acuan jiwa manusia, dimana jiwa manusia dibentuk
menurut acuan tersebut. Yang mana acuan itu tak lain merupakan perkara yang
mutlak, umum, dan tetap. Adapun perilaku/tingkah laku manusia, yang merupakan
penerapan acuan tersebut ke dalam tataran kenyataan, jelas berbeda-beda sesuai
dengan situasi dan kondisi yang melingkupinya. Hal inilah yang menjadi landasan
keyakinan para kaum relatifis. Namun tetap saja, perlu diketahui bahwa sumber
moral/etika, adalah akal yang melahirkan kehendak dan menjadi hakim mutlak
pengatur kekuatan manusia.
Hal tersebut, tentulah karena kaum absolutis memulai renungan
mereka mengenai masalah moral dengan mengkaji hakikat kebenaran moral itu
menggunakan akal atau intuisi, sebagai penentu dalam menghadapi segala bentuk
permasalahan. Oleh karena itu, pembelaan terhadap berlakunya nilai absolutisme
moral, tak lain berdasarkan adanya prinsip dan nilai moral yang objektif dalam
kehidupan semua orang. Ini berarti, moral memanglah sesuatu yang bersifat
universal. Dan sebab itulah, semua
anggota masyarakat memang sudah sepatutnya hidup sesuai dengan prinsip serta
nilai moral yang berlaku universal ini.
Relativisme Etika/Moral
Berbeda dengan paham Absolutisme, Relativisme etika, adalah paham
yang berpandangan bahwa baik dan buruk itu tak lain adalah suatu hal yang
relatif. Bahwa ada kaidah moral yang berbeda secara substansial di kalangan
masyarakat atau individu. Kaum relativis menegaskan, bahwa semua nilai dasar
moral, berbeda dari satu individu ke individu lain, atau dari satu masyarakat
ke masyarakat lain.Itu merupakan hal yang tergantung pada suatu adat dan
konteks budaya masing-masing kelompok dalam masyarakat. Dan kaum ini menolak
bahwa kebaikan ataupun kebenaran itu ada secara universal, karena tidak dapat
dinafikan bahwa konsep dari suatu masyarakat tertentu berbeda dengan masyarakat
lainnya. Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa baik dan buruk itu adalah
suatu hal yang mutlak dan berlaku universal.
Kaum relativis, memulai kajian mereka mengenai moral dengan
pertimbangan mereka yang melihat kehidupan moral aktual dan problematikanya.
Mereka melihat fakta, bahwa ada perbedaan pendapat pada masyarakat mengenai
nilai dan hakikat moral. Misalnya, kita tahu bahwa dalam masyarakat tertentu,
terdapat adat serta kebiasaan. Dan kita melihat perbedaan terhadap cara pandang
masyarakat lain mengenai masyarakat tertentu tersebut, sehingga dalam prinsip
mereka, kebiasaannya berbeda dengan masyarakat itu. Penilaian yang berbeda
inilah yang kemudian membuat prinsip dan aturan nilai yang berlaku pada manusia
mengalami anggapan yang berbeda antar satu dengan yang lain. Suatu yang
dianggap baik/benar dalam suatu masyarakat, belum tentu dilihat sama oleh
masyarakat lainnya, begitu pula sebaliknya. Sehingga dapat dikatakan, bahwa
etika/moral itu adalah suatu hal yang relatif. Ini berarti, perlu menunggu akan
keputusan konvensional pada suatu nilai moral yang mempengaruhi tindakan suatu
masyarakat tersebut.
Relativisme, hadir di tengah tengah manusia dengan membawa paham
atau dapat kita sebut juga seperti doktrin yang mengena dalam pikiran
masyarakat sehingga mereka meyakini adanya perbedaan di antara berbagai kelompok
tersebut. hal ini terjadi karena masyarakat merasakan adanya keragaman moral
itu sendiri, dalam hubungannya dengan bersikap sebagaimana mestinya. Bahwa
suatu kondisi, akan membawa masyarakat untuk melakukan sikap tertentu, dan pada
saat yang sama, masyarakat yang lain harus bersikap berbeda. Dan inilah
kenyataan yang dialami manusia, bahwa persoalan mengenai hal-hal yang sosial
maupun individual, semua bersifat kondisional pada suatu masyarakat.
*Mahasiswi jurusan Filsafat Islam di STFI SADRA
*Mahasiswi jurusan Filsafat Islam di STFI SADRA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar