Jumat, 27 Oktober 2017

MORALISME (2)

RELATIVISME DAN ABSOLUTISME MORAL
(sumber gambar : http://abulyatama.ac.id)

Oleh : Syarifah Nadhirotul Yaqin Yahya*

Absolutisme Etika/Moral     
Absolutisme etika, adalah paham yang berpandangan bahwa aturan baik dan buruk, benar dan salah, ada secara universal atau mutlak. Tokoh absolutisme adalah Immanuel Kant, seorang filsuf ternama yang merilis era pencerahan pada abad 18 di Eropa barat.
Ajaran Kant mengenai etika/moral, terkenal sebagai suatu ajaran etika yang murni. Dalam pandangannya, prinsip-prinsip itu tak lain merupakan suatu hal yang objektif, dan bebas dari ketentuan umum kehendak, yang  memiliki aturan dan prinsip-prinsip yang subjektif. Karena menurutnya, hal itu dianggap benar karena kondisi yang mana dianggap oleh subjek benar, itu hanya benar bagi kehendaknya sendiri. Sebuah aturan atau prinsip haruslah bersifat objektif, dimana ia merupakan hukum praktis, yang jika diketahui oleh subjek secara objektif, maka itu benar untuk kehendak setiap makhluk yang rasional.


Moral yang dianut kant, tidak jauh dari sebuah kewajiban. Dimana ia merupakan suatu sistem aturan yang sudah seharusnya diikuti oleh manusia, karena ia merupakan hal yang wajib. Tidak peduli apa yang manusia inginkan, kewajiban haruslah dijalankan. Kewajiban itulah yang merupakan ajaran murni, dan ini mutlak. Bukan demi tercapainya suatu tujuan tertentu dalam masyarakat, melainkan karena perintah akan kewajiban itu merupakan hal yang baik pada dirinya.
Jadi dalam pandangan Kant, bahwa absolutisme etika itu memanglah ada seperti suatu kebaikan atau kebenaran mutlak, yang diterima secara universal oleh semua orang, semua golongan, tanpa terkecuali. Karena ia menganggap kebaikan itu merupakan sesuatu yang mutlak, bukanlah sesuatu yang memiliki standar sehingga dapat berbeda-beda. Melakukan hal baik itu adalah sebuah kewajiban. Etika ini disebut juga etika deontologis (deontological ethics).
Tokoh lain yakni Murtadha Muthahhari, seorang cendekiawan muslim yang menulis hampir semua permasalahan hidup manusia. Muthahhari menjelaskan, bahwa moral/etika adalah acuan jiwa manusia, dimana jiwa manusia dibentuk menurut acuan tersebut. Yang mana acuan itu tak lain merupakan perkara yang mutlak, umum, dan tetap. Adapun perilaku/tingkah laku manusia, yang merupakan penerapan acuan tersebut ke dalam tataran kenyataan, jelas berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupinya. Hal inilah yang menjadi landasan keyakinan para kaum relatifis. Namun tetap saja, perlu diketahui bahwa sumber moral/etika, adalah akal yang melahirkan kehendak dan menjadi hakim mutlak pengatur kekuatan manusia.
Hal tersebut, tentulah karena kaum absolutis memulai renungan mereka mengenai masalah moral dengan mengkaji hakikat kebenaran moral itu menggunakan akal atau intuisi, sebagai penentu dalam menghadapi segala bentuk permasalahan. Oleh karena itu, pembelaan terhadap berlakunya nilai absolutisme moral, tak lain berdasarkan adanya prinsip dan nilai moral yang objektif dalam kehidupan semua orang. Ini berarti, moral memanglah sesuatu yang bersifat universal.  Dan sebab itulah, semua anggota masyarakat memang sudah sepatutnya hidup sesuai dengan prinsip serta nilai moral yang berlaku universal ini.
Relativisme Etika/Moral
Berbeda dengan paham Absolutisme, Relativisme etika, adalah paham yang berpandangan bahwa baik dan buruk itu tak lain adalah suatu hal yang relatif. Bahwa ada kaidah moral yang berbeda secara substansial di kalangan masyarakat atau individu. Kaum relativis menegaskan, bahwa semua nilai dasar moral, berbeda dari satu individu ke individu lain, atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain.Itu merupakan hal yang tergantung pada suatu adat dan konteks budaya masing-masing kelompok dalam masyarakat. Dan kaum ini menolak bahwa kebaikan ataupun kebenaran itu ada secara universal, karena tidak dapat dinafikan bahwa konsep dari suatu masyarakat tertentu berbeda dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa baik dan buruk itu adalah suatu hal yang mutlak dan berlaku universal.
Kaum relativis, memulai kajian mereka mengenai moral dengan pertimbangan mereka yang melihat kehidupan moral aktual dan problematikanya. Mereka melihat fakta, bahwa ada perbedaan pendapat pada masyarakat mengenai nilai dan hakikat moral. Misalnya, kita tahu bahwa dalam masyarakat tertentu, terdapat adat serta kebiasaan. Dan kita melihat perbedaan terhadap cara pandang masyarakat lain mengenai masyarakat tertentu tersebut, sehingga dalam prinsip mereka, kebiasaannya berbeda dengan masyarakat itu. Penilaian yang berbeda inilah yang kemudian membuat prinsip dan aturan nilai yang berlaku pada manusia mengalami anggapan yang berbeda antar satu dengan yang lain. Suatu yang dianggap baik/benar dalam suatu masyarakat, belum tentu dilihat sama oleh masyarakat lainnya, begitu pula sebaliknya. Sehingga dapat dikatakan, bahwa etika/moral itu adalah suatu hal yang relatif. Ini berarti, perlu menunggu akan keputusan konvensional pada suatu nilai moral yang mempengaruhi tindakan suatu masyarakat tersebut.

Relativisme, hadir di tengah tengah manusia dengan membawa paham atau dapat kita sebut juga seperti doktrin yang mengena dalam pikiran masyarakat sehingga mereka meyakini adanya perbedaan di antara berbagai kelompok tersebut. hal ini terjadi karena masyarakat merasakan adanya keragaman moral itu sendiri, dalam hubungannya dengan bersikap sebagaimana mestinya. Bahwa suatu kondisi, akan membawa masyarakat untuk melakukan sikap tertentu, dan pada saat yang sama, masyarakat yang lain harus bersikap berbeda. Dan inilah kenyataan yang dialami manusia, bahwa persoalan mengenai hal-hal yang sosial maupun individual, semua bersifat kondisional pada suatu masyarakat.

*Mahasiswi jurusan Filsafat Islam di STFI SADRA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar