Peranan serta Kolaborasi antar Keduanya dalam Pembangunan Kesadaran
pada Manusia
(sumber gambar : http://ciputrauceo.net) |
Oleh : Syarifah Nadhirotul Yaqin Yahya*
Relativisme dan absolutisme etika/moral, adalah dua paham yang saling bertentangan. Hal tersebut telah menjadi sebuah topik filosofis yang diperdebatkan, mengenai apakah sebuah aturan itu harus mutlak atau memang relatif. Mungkin tidak dapat dikatakan jika kedua paham ini berkolaborasi. Namun, coba disini kita temukan titik atau benang merah antar keduanya, sehingga akan terlihat sebuah model baru mengenai cara memandang moral, yang akan membawa pada pembangunan kesadaran kemanusiaan.
Memang pada dasarnya, keberadaan akan moral, merupakan nilai
mutlak, karena sejak lahir pun manusia telah memahaminya berdasarkan fitrah.
Namun, karena berbagai hal, yakni perkembangan serta dinamika kehidupan,
manusia mengalami perubahan. Sebuah tatanan masyarakat, haruslah berpijak pada
suatu nilai dasar yang mengikatnya. Oleh karena itulah manusia dibedakan dari
hewan, yang tak memiliki aturan yang mengikat. Dan sumber aturan ini, sudah
diketahui sendiri bahwa ia adalah absolut. Yang memberi kesan relatif pada
moral, tak lain adalah pelakunya sendiri yang membuat keberlakuan sebuah nilai
yang dianggap moral, dan hal ini berkaitan dengan kelompok tertentu.
Akan tetapi, walaupun nilai tersebut mutlak adanya, perlu
diketahui, bahwa dalam sebuah kaidah, terdapat dua nilai. Yaitu nilai objektif
dan nilai subjektif. Aturan yang bersifat objektif, memanglah sebuah hukum yang
sudah memiliki nilai kebenaran dan kebaikan
pada dirinya. Namun, untuk dapat memahaminya, tidak bisa hanya melihat
pada satu sisi saja. Dalam suatu peristiwa, perlu adanya pemahaman akan konteks
pada sesuatu. Sebuah nilai yang telah menjadi dasar, sudah pasti memihak pada
aturan yang bersifat baik dan menjunjung kebenaran, oleh karena itu, ia
disepakati untuk kemudian ditaati bersama.
Kerelatifan dalam berpikir akan moral, hanyalah suatu keadaan
dimana seseorang belum terlalu memahami kebaikan itu sendiri. Dan ini sebabnya
mengapa ada perbedaan anutan dalam moral, dan masyarakat hanya berpijak pada
apa yang mereka lihat, dengar ataupun mereka rasa sebagai kebenaran. Padahal,
jika diperhatikan, sangat jelas bahwa manusia telah memahami kebaikan, karena
itu merupakan fitrah mereka sendiri. Namun, seringkali manusia menutup
kesadarannya, karena berbagai faktor, sehingga hilanglah nilai kemanusiaan pada
dirinya.
Jadi, pemikiran yang mengkolaborasikan antara nilai absolut dan
relatif, merupakan pemikiran yang mencoba menyesuaikan sebuah aturan, yang
berguna bagi kebersatuan tatanan bermasyarakat. Tentunya dengan dasar dan
tujuan yang baik, dengan berpegang pada nilai tersebut, dan fokus pada
kebaikannya, manusia telah melakukan gerakan kesadaran pada dirinya, sehingga
mencapai kemanusiaan yang sejati.
Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa moral memang
merupakan persoalan yang kontroversial, baik itu mengenai definisi maupun
maknanya. Moral berbicara tentang baik dan buruk, benar dan salah, dan segala
permasalahan mengenai kaidah atau aturan
yang selaras dengan manusia.
karena moral adalah urusan manusia, maka berbicara tentang moral,
berarti berbicara tentang kemanusiaan. Bahwa sejatinya manusia, adalah yang
terbangun untuk melakukan gerakan kesadaran akan hakikatnya sebagai manusia.
Persoalan ini dibahas oleh kaum absolutis dan kaum relativis, yang
memiliki pandangan berbeda akan moral. Apakah moral merupakan suatu aturan yang
mutlak adanya, ataukah hanya sebuah aturan dalam suatu kelompok dalam
masyarakat, sehingga moral bersifat relatif.
Dengan berpijak pada akal dan fitrah manusia, kita tahu jelas bahwa
kebaikan merupakan hal yang mutlak. Dan sudah seharusnya, manusia menjunjung
nilai kebaikan tersebut, yang tak lain diketahui oleh dirinya sendiri. Namun, untuk dapat
memahaminya, manusia perlu pada pedoman yang akan selalu mengingatkannya pada kebenaran,
sehingga manusia diikat oleh berbagai aturan kehidupan.
Aturan ini, memiliki dua sisi. Yakni dalam hal teks dan konteks.
Nilai yang objektif, dan subjektif. Tentu nilai dan sumber nilai tersebut
absolut dan mutlak adanya. Namun, dalam penerapannya,
suatu aturan selain bersifat rasional, haruslah memiliki dasar yang berkaitan
dengan hati nurani manusia. Sehingga aturan tersebut bebas dari segala
kepentingan. Oleh karena itu, pengintegrasian/kolaborasi pemikiran antara nilai
absolut dan relatif menjadi hal yang sesuai bagi keberlakuan aturan dalam
tatanan bermasyarakat.
* Mahasiswi jurusan Filsafat Islam di STFI SADRA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar