Jumat, 27 Oktober 2017

MORALISME (3)

Peranan serta Kolaborasi antar Keduanya dalam Pembangunan Kesadaran pada Manusia
(sumber gambar : http://ciputrauceo.net)
Oleh : Syarifah Nadhirotul Yaqin Yahya*

Relativisme dan absolutisme etika/moral, adalah dua paham yang saling bertentangan. Hal tersebut telah menjadi sebuah topik filosofis yang diperdebatkan, mengenai apakah sebuah aturan itu harus mutlak atau memang relatif. Mungkin tidak dapat dikatakan jika kedua paham ini berkolaborasi. Namun, coba disini kita temukan titik atau benang merah antar keduanya, sehingga akan terlihat sebuah model baru mengenai cara memandang moral, yang akan membawa pada pembangunan kesadaran kemanusiaan.

Memang pada dasarnya, keberadaan akan moral, merupakan nilai mutlak, karena sejak lahir pun manusia telah memahaminya berdasarkan fitrah. Namun, karena berbagai hal, yakni perkembangan serta dinamika kehidupan, manusia mengalami perubahan. Sebuah tatanan masyarakat, haruslah berpijak pada suatu nilai dasar yang mengikatnya. Oleh karena itulah manusia dibedakan dari hewan, yang tak memiliki aturan yang mengikat. Dan sumber aturan ini, sudah diketahui sendiri bahwa ia adalah absolut. Yang memberi kesan relatif pada moral, tak lain adalah pelakunya sendiri yang membuat keberlakuan sebuah nilai yang dianggap moral, dan hal ini berkaitan dengan kelompok tertentu.
Akan tetapi, walaupun nilai tersebut mutlak adanya, perlu diketahui, bahwa dalam sebuah kaidah, terdapat dua nilai. Yaitu nilai objektif dan nilai subjektif. Aturan yang bersifat objektif, memanglah sebuah hukum yang sudah memiliki nilai kebenaran dan kebaikan  pada dirinya. Namun, untuk dapat memahaminya, tidak bisa hanya melihat pada satu sisi saja. Dalam suatu peristiwa, perlu adanya pemahaman akan konteks pada sesuatu. Sebuah nilai yang telah menjadi dasar, sudah pasti memihak pada aturan yang bersifat baik dan menjunjung kebenaran, oleh karena itu, ia disepakati untuk kemudian ditaati bersama.
Kerelatifan dalam berpikir akan moral, hanyalah suatu keadaan dimana seseorang belum terlalu memahami kebaikan itu sendiri. Dan ini sebabnya mengapa ada perbedaan anutan dalam moral, dan masyarakat hanya berpijak pada apa yang mereka lihat, dengar ataupun mereka rasa sebagai kebenaran. Padahal, jika diperhatikan, sangat jelas bahwa manusia telah memahami kebaikan, karena itu merupakan fitrah mereka sendiri. Namun, seringkali manusia menutup kesadarannya, karena berbagai faktor, sehingga hilanglah nilai kemanusiaan pada dirinya.
Jadi, pemikiran yang mengkolaborasikan antara nilai absolut dan relatif, merupakan pemikiran yang mencoba menyesuaikan sebuah aturan, yang berguna bagi kebersatuan tatanan bermasyarakat. Tentunya dengan dasar dan tujuan yang baik, dengan berpegang pada nilai tersebut, dan fokus pada kebaikannya, manusia telah melakukan gerakan kesadaran pada dirinya, sehingga mencapai kemanusiaan yang sejati.

Kesimpulan

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa moral memang merupakan persoalan yang kontroversial, baik itu mengenai definisi maupun maknanya. Moral berbicara tentang baik dan buruk, benar dan salah, dan segala permasalahan mengenai kaidah atau aturan  yang selaras dengan manusia.
karena moral adalah urusan manusia, maka berbicara tentang moral, berarti berbicara tentang kemanusiaan. Bahwa sejatinya manusia, adalah yang terbangun untuk melakukan gerakan kesadaran akan hakikatnya sebagai manusia.
Persoalan ini dibahas oleh kaum absolutis dan kaum relativis, yang memiliki pandangan berbeda akan moral. Apakah moral merupakan suatu aturan yang mutlak adanya, ataukah hanya sebuah aturan dalam suatu kelompok dalam masyarakat, sehingga moral bersifat relatif.
Dengan berpijak pada akal dan fitrah manusia, kita tahu jelas bahwa kebaikan merupakan hal yang mutlak. Dan sudah seharusnya, manusia menjunjung nilai kebaikan tersebut, yang tak lain diketahui  oleh dirinya sendiri. Namun, untuk dapat memahaminya, manusia perlu pada pedoman yang akan selalu mengingatkannya pada kebenaran, sehingga manusia diikat oleh berbagai aturan kehidupan.

Aturan ini, memiliki dua sisi. Yakni dalam hal teks dan konteks. Nilai yang objektif, dan subjektif. Tentu nilai dan sumber nilai tersebut absolut dan mutlak adanya. Namun, dalam  penerapannya, suatu aturan selain bersifat rasional, haruslah memiliki dasar yang berkaitan dengan hati nurani manusia. Sehingga aturan tersebut bebas dari segala kepentingan. Oleh karena itu, pengintegrasian/kolaborasi pemikiran antara nilai absolut dan relatif menjadi hal yang sesuai bagi keberlakuan aturan dalam tatanan bermasyarakat. 

* Mahasiswi jurusan Filsafat Islam di STFI SADRA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar