![]() |
(Sumber Gambar :ajefathoni.com) |
Oleh : Safina Zahra Alaydrus
Sejauh yang saya amati, kebanyakan orang itu cuma bisa kagum sama yang
lain, dan ujung-ujungnya merendahkan diri sendiri, atau merasa cukup akan
potensi diri yang 'nothing special'. Kagum tanda tak mampu. Saya pernah dengar
kalimat itu. Dan itu benar. Itu yang dialami kebanyakan manusia di
Indonesia---mungkin juga di negara lain, kutaktahuu.
Loh, bukannya sirik, ya? Sirik tanda tak mampu. Kenapa kagum? Kagum,
kan, baik. Artinya, kita mengapresiasi kehebatan orang dengan kita kagum pada
mereka. Gimana, sih!
Iya, mbak, iya, selow. Coba perhatikan.
Sirik = nggak mau mengapresiasi kehebatan orang, karena kita nggak
mampu jadi seperti mereka, dan kita sangat benci mengakui kalau mereka hebat.
Kagum = sangat mengapresiasi kehebatan seseorang, lantas, menciutkan
diri sendiri bahwa kita nggak mampu kayak dia, dia terlalu hebat, bisa sukses
gitu, terlalu perfect hidupnya, aku mah apa atuh.
So, saya melihat persamaan dari keduanya. Sama-sama kalian merasa nggak
mampu menjadi mereka yang 'awesome'. Beda aksinya saja.
Sebenarnya, permasalahan ada di diri kamu sendiri. Sirik sudah pasti
buruk. Kagum? Sangat-sangat tidak buruk untuk mengagumi seseorang. Tapi, coba
pikirkan bagaimana efek kagum tersebut terhadap diri kamu. Oh, bukan. Yang
benar : bagaimana kamu menyikapi kekaguman tersebut, sehingga menghasilkan efek
yang baik bagimu. ~yuhu, syalalalala
Ketika kamu mengagumi orang yang kritis dalam berpikir, aktif dalam
segala bidang, sering pergi keluar negri gratis karena job, dsb. Apa tanggapan
kamu? Sebatas kagum, lalu, kamu bilang : 'Gila! Tu orang masih muda
pemikirannya kritis banget. Pasti banyak pengalaman, tuh.', 'Keren ya. Dia
pinter banget, sih. Jadi banyak job keluar negri, gratis pula. Aku mah apa otak
pas-pas gini ngarepin keluar negri gratis' , 'Wah, dia mah berani orangnya.
Nggak heran kalo dia aktif dimana-mana. Public speakingnya bagus pula. Nggak
kayak aku, ngomong depan temen sekelas aja grogi. Huhu'. Duh, yang kayak gini,
nih, harus dibasmi.
Sepanjang yang saya amati---gampangnya, saya amati di komentar sosmed
selebgram, dan contoh di atas bukanlah komentar asli yang saya ambil, hanya
kurang lebih seperti itu---mereka menyikapi rasa kagumnya dengan merendahkan
diri sendiri (merendahkan diri beda dengan rendah diri atau rendah hati, loh,
ya!) Itu yang membuat kalimat kagum-itu-tanda-tak-mampu menjadi dibenarkan.
Belajarlah mengambil sisi positif dari kehebatan orang lain. Kagum,
seharusnya membuat kita bangkit dari ketidakberdayaan. Kagum, seharusnya
menjadi motivasi kita dalam memperbaiki kualitas hidup. Kagum, seharusnya
membuat kita berpikir bahwa ada orang yang bisa sehebat itu, lalu, kenapa kita
nggak bisa?
Bukan. Bukan berarti kita harus seperti mereka. Kita harus menjadi
orang lain supaya kita bisa sukses. Nggak. Kita bisa ikuti jejaknya, ikuti
semangatnya, ikuti pola pikirnya, tanpa harus mengikuti pribadinya dan membunuh
pribadimu sendiri. Selama pribadimu masih baik, tak ada salahnya tetap menjadi
diri sendiri.
Saya pernah mendengar kalimat, kurang lebih seperti ini : coba sesekali
lihatlah latar belakang seseorang menuju kesuksesan, jangan lihat orang ketika
sudah sukses. (Ngerti, kan, maksudnya?)
Makannya, ketika kita melihat orang saat hebatnya saja, kita bakal
terus merendahkan diri sendiri. Merasa nggak mampu, merasa ciut. Padahal,
mereka berjuang susah-payah demi kesuksesan tersebut. Mereka dulu mungkin
seperti kita yang nggak bisa apa-apa, dan kita tak pernah melirik itu. Kita
selalu melihat hasil, tanpa peduli usahanya. Kita selalu melihat hebatnya dia sekarang
jadi artis sukses, tanpa pengen tahu bagaimana dia bisa jadi artis sukses. Segala
sesuatu di dunia nggak ada yang datang tiba-tiba, bro, sist. Nggak ada yang
instan. Sekalipun ada, mungkin tak diberi jalan yang mulus-mulus amat.
Tuhan tahu akan potensi semua hamba-Nya, bung. Tuhan tahu, ada manusia
yang perlu menyecap kepedihan untuk bangkit. Ada manusia yang jangan sampai
menyecap nikmat dunia, karena dia akan lupa pada-Nya. Ada manusia yang selalu
menyecap kesuksesan, karena mereka tetap rendah hati dan mudah bersedekah. Jadi,
kamu usaha saja Tuhan pasti apresiasi. Untuk hasilnya seperti apa, kamu cukup berpikir
positif pada-Nya. Dia Maha Pembuat Rencana Terindah, kok.
Begitulah manusia. Begitulah kita yang masih dijajah sama rasa kagum
yang tak berakibat baik. Jadi, ubah cara menyikapi rasa kagum kita dimulai dari
hitungan ketiga.
Satu...
Dua...
Tigaa...
*********************************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar